Maret 04, 2014

inquam inquis



inquam inquis
||Author : momento|| ||Cast : Oh Sehun, Luhan, Ai Enma, and others||
||Genre : Psycho and many more|| ||Part : One||
||Length : Twoshot|| ||Rating : R||
A/N   : Hell Girl, boneka jerami, dkk milik Miyuki Etō. Cerita milik pribadi. Ini fanfic pertama yang aku buat, dan what the (!!!), gaya tulisannya bener-bener (asjdgadatd!). Maaf kalau ada typo, bahasa inggrisnya banyak yang ‘you know what I mean’, dan kalau nemu ‘sesuatu’ yang bikin gak nyaman buat baca.
Ah ya, ada umpatan dan ‘ehem’ didalamnya, ngomong-ngomong. Yang dibawah umur, hati-hati ^^ Love ya!
Perhatikan tanggal, bulan, dan tahun
.

I say
You say
.
>>>>>::..:..::<<<<<

Oh Sehun’s Dairy
XXXX ― Karena disini tidak ada kalender, jam, dan warna langit selalu sama, aku mengganti tanggal, bulan, dan tahun dengan XXXX. Sebenarnya buku harian ini bukan milikku dan tidak terlalu sering kugunakan, tapi karena tidak ada yang bisa kulakukan disini, kuputuskan untuk, yaaa... melatih jari-jari tanganku yang sudah jarang terpakai ini. Sebagian yang sudah tertulis disini adalah kenangannya, dan sebagian lagi adalah kenanganku. Kenangan nyata yang aku dan dia alami (-terlalu meyakinkan sehingga terdengar seperti kebohongan yang menggelikan-).

“Terimalah ini…”

Saat mendengar suara itu, kurasa tubuhku membeku. Kau tahu? Dia hanya seorang anak kecil yang menggunakan setelan baju serba hitam dipadukan dengan dasi berwarna merah darah. Anak kecil itu menyodorkan sebuah boneka jerami berwarna hitam yang diikat dengan seutas benang berwarna merah ke arahku. Dengan tangan sedikit gemetar, ku ambil boneka jerami itu.

“Kau...  Gadis Neraka itu? Ai Enma?”
Jika kau menarik benang merah itu, kita akan terikat suatu perjanjian. Setelah benang itu kau tarik, orang yang kau benci akan masuk ke dalam neraka.” jelas Enma.
 “Jadi... kalau aku menarik benang ini, maka dia akan pergi?” tanyaku padanya.
“Kau yakin?”
“Hmm?”
“Kau yakin dengan keputusanmu ini? Kau menuliskan namanya untuk dikirim ke neraka. Tapi, apa kau tahu, itu sama saja dengan bunuh diri.”
“………”
“Kalau kau ragu, akan ku ambil kembali boneka jerami ini.” ucap Enma
“Jangan!!” ku jauhkan boneka jerami dari jarak jangkaunya, “Ini keputusanku. Aku tidak akan mengembalikan boneka ini. Walau aku tahu semua akan berubah, itu tidak masalah.”

Terlalu sulit untuk melanjutkannya. Hanya ini yang bisa kutulis dan sisanya berputar di kepalaku.

>>>>::..:..::<<<<
[-Flashback-]
9 September 2030
Luhan’s pov

“Aisshh... ini sudah terlambat dari waktu janjian. Anak itu, kemana dia?” gerutuku sedari tadi sambil terus melihat benda kecil yang melingkar di pergelangan tanganku. Hampir satu jam aku berdiri disini dan tidak ada tanda-tanda dia akan datang.
“Hyung~~ Luhan-hyung~~…..”
Wow, kau hebat sekali baru datang, Oh Sehun. Kau tidak perlu menjelaskannya.”
“Hyung, jangan seperti itu. Aku kan cuma terlambat satu jam.”
Woo...’cuma’ kau bilang?” aku sengaja menaikkan sebelah alisku, “Kau tahu, aku membolos jam kuliah terakhir karena kau mendesakku untuk menemanimu, dan kau datang terlambat.” kutinggalkan dia dibelakangku.
“Hyung~, jangan marah. Ayolah, maafkan aku. Tadi aku terlambat karena aku tersesat.” belanya.
“Aku tidak peduli. Karena kau menyia-nyiakan waktu, kita tidak jadi pergi ke bioskop. Kita pulang ke rumah. Jangan membantah, dan sesampainya di rumah, ceritakan kepada ku bagaimana bisa laki-laki berumur delapan belas tahun tersesat ditempat yang tidak asing baginya.”
“Hyung… hyung..” ku abaikan panggilan Sehun dan terus berjalan dengan langkah ringan menuju rumah.


Disepanjang perjalanan, Sehun terus saja merengek. Mungkin Sehun sadar aku sengaja mendiamkannya, karena dia mulai berhenti berkicau dan sekarang dia menggandeng tanganku seperti anak kecil yang takut terpisah dari orangtuanya.
Sesampainya dirumah, Sehun langsung menarikku ke ruang tengah. Kami saling menatap beberapa saat, sebelum Sehun mengeluarkan sesuatu dari dalam tas sekolahnya. Sedikit ragu, dia memberikan kotak itu kepadaku. Aku memandangnya bingung, tapi tetap mengambil kotak itu.

“Apa ini?”
“Itu.. kotak itu ada di loker sekolahku sore ini.”
“Sore ini?”
“Ya. Aku pikir itu hadiah. Saat ku buka, isinya hanya kertas-kertas hasil pemeriksaan yang membungkus pecahan kaca. Sama seperti yang sebelumnya.”
“Tunggu. Kau bilang kaca?”
“Ya. Memang kenapa?” tanyanya.
“Aneh. Kenapa pecahan kaca?”

Sehun mengangkat bahu acuh, beranjak ke kamar mandi. Akhir-akhir ini banyak sekali hal yang membuat kepalaku sakit. Tugas-tugas gila yang diberikan Cho-ssi, hadiah-hadiah aneh yang selalu Sehun terima (- hadiah hari ini adalah yang ke sembilan dalam kurung waktu sebulan -), dan Sehun sendiri.

>>>>>::..:..::<<<<<

Aku tidak akan pernah melupakannya. Malam itu, aku ada dikamar, membaca buku harianku.

Luhan’s Dairy
25 Desember 2023 ― Ini hebat! Kemarin malam aku menjadi seorang kakak. Aku benar-benar terkejut saat melihat papa dan mama pulang. Bukan, bukan terkejut seperti sudah lama tidak bertemu, bukan itu. Aku terkejut karena mereka membawa seseorang bersama mereka. Papa dan mama bilang, anak laki-laki itu bernama Oh Sehun, orang Korea. Dia putra dari sahabat lama mama, orangtuanya meninggal saat dia berumur enam tahun. Mereka tidak sengaja bertemu dengannya saat dalam perjalanan pulang. Papa dan mama benar-benar tidak sabaran. Saat melihat Sehun, papa langsung menambah kecepatan mobil, dan tiba-tiba menghentikan mobil tepat didepan Sehun. Mereka turun dengan tergesa-gesa, mendekati Sehun dengan tergesa-gesa, dan menghujani Sehun dengan pernyataan dan pertanyaan (- yang mereka jawab sendiri -) dengan tergesa-gesa juga, tentu saja. Aku tidak heran kalau Sehun langsung berlari menjauhi mama dan papa. Dengan susah payah mereka meyakinkan Sehun, dan akhirnya dia mau tinggal bersama kami. Aku akan jadi kakak yang baik! ^^
18 Maret 2025 ― Buku yang awalnya tidak berpola, tiba-tiba saja penuh dengan berbagai macam pola. Pola itu adalah Sehun. Aku bertemu dengan Sehun saat orangtuaku membawanya pulang kerumah dimalam Natal dengan senyum merekah diwajah mereka, dua tahun yang lalu. Saat itu, dia tidak berbeda dengan anak usia tiga belas tahun pada umumnya. Tapi dengan Sehun yang sekarang, jelas berbeda. Sehun yang dulu, adalah Sehun yang pendiam, tidak peduli dengan dirinya sendiri, selalu lupa dengan apa yang baru saja dia katakan atau lakukan (- walaupun sekarang masih -). Dia tidak mengakuinya saat ku tanya, tapi aku tahu kalau selama ini dia selalu memperhatikanku, berlatih berbicara terlebih dahulu jika mama memintanya memanggilku untuk makan bersama atau hanya sekedar bertegur sapa ringan. Aku bahkan pernah memergokinya sedang melatih otot-otot wajahnya agar saat dia bertemu denganku, dia tidak memasang wajah datar itu lagi.

“Dia benar-benar adik yang manis. Dan aku menyukainya.”

Itu yang kupikirkan sebelum keanehan itu terjadi. Keanehan pertama diusia Sehun yang ke lima belas tahun. Aku masih ingat apa yang mereka bicarakan.
“Aku tidak membolos. Waktu  itu aku sedang mengerjakan tugas dari Park sonsengnim.”
“Tapi sayang, Park sonsengnim bilang kalau kau tiba-tiba saja melemparkan bukumu ke luar jendela dan memukulnya saat dia mencegahmu untuk keluar dari kelas.”
“Eomma, i-itu tidak mungkin. Aku ada di kelas, mengerjakan tugas, dan aku tidak mungkin memukul Park sonsengnim. Kenapa kalian tidak percaya dengan ucapanku?” jari tangan Sehun saling bertautan dan pandangannya tidak fokus.
“Sehun, appa dan eomma mempercayaimu. Hanya saja, ada rekaman CCTV yang menguatkan apa yang Park sonsengnim ucapkan.” mama membelai punggung Sehun, sedangkan papa mencengkram pundak Sehun.
“Kalian tidak mempercayaiku?” mata Sehun makin liar menatap mama dan papa.
“Tidak Sehun. Appa dan eomma mempercayaimu.”
Tiba-tiba Sehun berdiri dan berteriak di depan kami, “KALAU KALIAN MEMPERCAYAIKU, KENAPA KALIAN MEMANDANGKU SEPERTI ITU?”
Mama terlihat ketakutan, tapi dia berusaha menutupinya, “S-Sehun. Ka-kami―”
“KENAPA KALIAN MEMANDANGKU SEAKAN AKU INI ORANG ANEH? KALIAN SAMA SAJA DENGAN MEREKA. AKU TIDAK SUKA!! JANGAN MEMANDANGKU SEPERTI ITU!!!” Sehun mengambil langkah seribu, berlari ditengah badai salju.
“SEHUN... SEHUN. OH SEHUN.” mama panik, benar-benar panik, aku tidak pernah melihat mama sepanik ini.
“Luhan, kau tetap disini!  Aku dan mama mu akan pergi mencari Sehun.”
“Papa, tapi aku―”
“Kau tetap disini!  Sehun bisa saja pulang ke rumah dalam keadaan yang tidak kita inginkan. Akan gawat kalau tidak ada orang di rumah. Kau mengerti?”
“Baiklah.”

Ini sudah dua jam semenjak mereka pergi, dan tidak ada kabar sama sekali. Sudah puluhan kali aku menelepon mereka dan tidak ada yang menjawabnya. Aku sudah memakai baju hangatku dan ingin mengambil payung di gudang belakang, saat kudengar samar-samar suara pintu yang diketuk atau mungkin dipukul, karena saat aku memasuki ruang tengah, suara yang di hasilkan itu sangat keras. Aku berlari sangat cepat, berharap yang mengetuk atau memukul pintu adalah mama dan papa, bersama dengan Sehun didekapan mereka. Mereka baik-baik saja, tidak ada yang terluka. Tapi sayang, harapan kecilku yang indah itu membeku sudah, saat ku lihat orang yang berdiri didepan pintu rumahku saat ini bukan mereka yang kuharapkan.

“Maaf, ada yang bisa saya bantu?”
“Anak muda, apa kau Luhan?”
“Ya, saya sendiri. Ada apa Anda mencari saya?”
“Perkenalkan, aku Detektif Kim dan rekan saya, Detektif Lee. Ada yang harus kau ketahui, nak.”
“Ya?”
“Kita langsung saja. Orangtua Anda ditemukan tewas didekat perbatasan. Mereka tewas dengan tubuh tertancap ranting tajam yang membeku. Sedangkan saudara Anda, Oh Sehun, dia terluka dibagian kepala karena terbentur batu saat dia terjatuh. Tenang saja, dia hanya pingsan dan sekarang ada dirumah sakit di pusat kota. Diperkirakan bahwa kedua korban menyelamatkan saudara Anda saat ranting itu hampir menancap ditubuhnya. Oleh karena itu.....”

Suara mereka tidak terdengar lagi. Aku benar-benar bingung. Aku merasa semuanya membeku. Tubuhku tidak bisa kugerakkan.

            21 Maret 2025 ― Ini hari ketiga kepergian mama dan papa, sedangkan Sehun belum bangun dari tidurnya. Aku menatap tubuhnya yang tidak berdaya, beberapa meter darinya (- menjaga jarak -). Aku, menjaga jarak dari adikku sendiri? Well, aku hanya takut Sehun mempunyai suatu penyakit. Tapi, dokter yang menangani Sehun tidak menemukan penyakit apapun. Untuk mengantisipasi, dia menyarankanku untuk memeriksa kejiwaan Sehun, dan aku menerimanya. Aku akan bertemu dengan dokter itu lusa.
23 Maret 2025 ― Aku sudah bertemu dengan dokter itu tadi pagi. Dan dia bilang, Sehun menderita suatu penyakit yang langka, dan penyakit itu sangat sulit, atau mungkin tidak bisa disembuhkan sama sekali. Sehun, kau adalah adik yang baik, aku akan menjagamu, apapun yang terjadi. Aku tidak akan pernah membiarkanmu sendiri. Aku tidak akan pernah marah padamu, karena aku tahu, bukan kau yang melakukannya. Aku menyayangimu.

*PRAANG*

Suara itu membawaku kembali ke dunia. Dengan jantung yang masih berdetak cepat, aku beranjak dari tempat tidurku, dan segera berlari ke kamar Sehun, meninggalkan buku harianku terbuka. Pintunya terbuka sedikit saat mataku menangkap kamar Sehun, jadi aku langsung menerobos masuk.
“Sehun... ada apa?” aku melihat Sehun duduk didekat meja belajarnya, ada banyak pecahan kaca disekelilingnya.
“Sehun, pergi dari sana. Kau bisa terluka nanti.” aku berjalan mendekati Sehun, menjulurkan tanganku untuk memegang pundaknya.
“Sehun? Hey, ada apa?”
Dengan perlahan dia memutar kepala kebelakang, menatapku, lalu tersenyum, “Kau terbangun, Luhan-hyung.”
“Kau...” nafasku tercekat, dengan cepat aku melompat mundur, dan mengambil tongkat pemukul baseball yang tidak jauh dari jangkauanku, “Kenapa kau ada disini? Mana Sehun? Apa yang kau lakukan pada Sehun?”
“Kenapa kau bertanya seperti itu? Yang ada dihadapanmu saat ini adalah Sehun. Oh Sehun. Adik yang kau sayangi, Luhan-hyung.” dia tersenyum lagi, dengan penekanan di kata -hyung.
“JANGAN PERNAH MEMPERLIHATKAN SENYUM MENJIJIKKAN ITU MENGGUNAKAN WAJAH SEHUN!!!”
Ssstt... ini sudah malam. Tidak baik berteriak seperti itu, apa lagi yang kau teriaki adalah adik mu yang berharga.” dia menunduk melihat pecahan-pecahan kaca itu, memperhatikannya sebentar, lalu mengambil pecahan yang berukuran lebih besar dari yang lain.
“Kau... kau yang menaruh katok penuh kaca di loker Sehun.”
“Kau pintar.”
 “Apa yang akan kau lakukan dengan pecahan kaca itu?”
“Ini?” dia menatap pecahan kaca yang ada ditangannya itu, “Tenang saja. Aku tidak akan menggunakannya jika kau tidak membuatku marah.” dia menatapku kembali.
“Kau tahu Luhan-ssi? Kau mempunyai adik yang sangat tampan, dan aku menyukainya. Orang-orang tidak akan percaya jika dulunya dia seorang yang terasingkan. Dia terlalu tampan dan ramah untuk orang yang dulunya tidak mempunyai teman. Dia terlalu pintar untuk orang yang dulunya dianggap aneh dan gila. Dan dia terlalu baik untuk orang yang mudah melupakan kebaikan orang lain.” dia berbicara sambil membolak-balik pecahan kaca ditangannya.
“Dan orang-orang tidak akan percaya kalau aku bilang bahwa orang yang ada dihadapanku bukanlah Oh Sehun.”
“Hahaha... Tentu saja mereka tidak akan percaya dengan ucapanmu itu, Luhan-ssi. Kau tahu kenapa?” dia menatapku dengan mata Sehun. “Karena bagi orang lain, aku, orang yang saat ini berbicara denganmu adalah Oh Sehun, adikmu.”
“Kau bukan adikku!! Kau memang bagian dari Sehun, tapi kau bukan Sehun!”
“Benarkah? Ayo kita dengar. Apa saja yang kau ketahui tentangku?”
“Park Rae Na. Perempuan brengsek yang mengganggu kehidupan Sehun. Perempuan brengsek yang membuat semua orang menganggap Sehun seorang pembohong yang menyedihkan. Dan aku sangat berterimakasih, karena wujud dan keberadaan perempuan brengsek sepertimu tidak diketahui oleh orang lain. Dan jika ada yang tahu keberadaanmu, kau tidak diinginkan didunia ini.”
“Wah waahh...” dia bertepuk tangan dengan sangat menjengkelkan, “Kau mengingat namaku dengan baik. Bahkan, kau mendiskripsikan siapa aku dengan menyisipkan kalimat ‘perempuan brengsek’ sebanyak tiga kali di dalam tiga kalimat dari total lima kalimat yang kau ucapkan dengan sangat jelas dan sangat baik. Sayang sekali kau tidak tahu seperti apa aku. Dan sepertinya, ada yang salah disini. Aku-ada-didunia-ini-karena-Sehun-yang memintanya.” dia sengaja menekan kalimat terakhir dan  mulai memainkan pecahan kaca itu disekitar wajah dan tubuh Sehun.
“Kau... aku bersumpah akan membunuhmu jika kau menyentuhnya!!”
“Kalau kau tahu,” dia melanjutkan tanpa mempedulikan ucapanku tadi, “akan kupastikan kau menarik kembali kata-katamu dan berlutut dihadapanku meminta pengampunan. Seperti seorang hamba hina yang meminta pengampunan dari tuannya.” dengan sangat perlahan dia menyanyat telapak tangan Sehun, dan itu akan lebih menyakitkan jika dibandingkan dengan proses melukai yang normal.
“PARK RAE NA!!”
 “Hey hey. Luhan-ssi, calm down. Luka ditubuh Sehun akan bertambah banyak jika kau menyerangku. Nah, begitu lebih baik.” dia melanjutkan kata-katanya dengan penuh kemenangan saat melihatku terpaksa berhenti dan mundur beberapa langkah.
“Akan sangat menyenangkan jika kau membunuhku, Luhan-ssi. Tapi sayang, jika kau membunuhku, kau juga harus membunuh Sehun. Kau tidak akan pernah bisa menyingkirkanku dari kehidupannya, karena aku dan Sehun adalah satu. Sudah delapan tahun aku terobsesi olehnya, tapi aku tidak bisa meraihnya. Semua akan kulakukan jika ada yang menghalangiku untuk mendapatkan Sehun. Kalau aku harus membunuh Sehun untuk mendapatkannya, itu tidak masalah untukku, bahkan sangat mudah.” dia dengan sangat menjijikkan menceritakan semua isi kepalanya itu kepadaku, seakan aku akan memenuhi semua permintaan tersirat itu.
“Jangan pernah bermimpi. Kau akan menghilang sebelum itu semua terjadi.” aku berjalan mendekatinya, “Kau sudah selesai dengan omong kosongmu itu?”
“Kau tahu kalau aku menyukai adikmu.” aku anggap omongannya itu sebagai jawaban ‘tidak’, “Aku menyukainya, tapi sayang dia tidak tahu itu. Padahal, jantungnya adalah jantungku, tubuhnya adalah tubuhku, semua yang ada ditubuhnya juga milikku. Aku selalu bersamanya setiap waktu dan dia tidak menyadarinya.” mataku menangkap genggaman tangannya semakin erat pada pecahan kaca yang dia pegang dan itu menyebabkan luka yang sudah ada jadi lebih parah dari yang tadi.
“Hentikan!! AKU BILANG HENTIKAN!!! KAU MELUKAI SEHUN.”

Dengan geram aku mendekatinya, mencengkram kerah baju yang dia gunakan, dan hendak memukulnya. Mungkin ini sebuah ejekan untukku, karena sebelum aku memukulnya, aku teringat bahwa yang akan terluka nanti bukan Park Rae Na, melainkan Sehun. Sebagai gantinya, aku mendorongnya hingga kakinya membentur sisi samping tempat tidur Sehun. Dia memandangku tajam.
Dia marah dan aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Mengingat reaksi-reaksi yang pernah dia berikan saat marah, aku mundur beberapa langkah, menyiagakan tubuh dan semua indraku untuk mengantisipasi serangan balik yang akan dia berikan. Itu yang kupikirkan akan terjadi, tapi ternyata, yang dia lakukan adalah menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur Sehun. Duduk disana dengan tenang dan tetap memandangku dengan tajam.

“Kau penuh emosi, Luhan-ssi. Itu tidak baik. Kalau kau membuatku marah, bukan hanya Sehun yang terluka, tapi juga kau. Atau mungkin, aku bisa membunuhmu sebagai ganti aku membunuh Sehun. Bukankah itu menyenangkan? Ada untungnya jika aku membunuhmu. Tidak ada lagi orang yang menghalangiku untuk menikmati tubuh Sehun.”
“Kau..!!!” dengan gusar, ku lempar ke sembarang tempat tongkat pemukul baseball yang sedari tadi ada digenggaman tanganku,.
“Aku dengar, jika kita ingin tahu bagaimana rasanya berciuman itu, kita hanya perlu melumat bibir kita sendiri. Bersamaan dengan melumat bibir, kita harus menjulurkan lidah kita keluar. Seperti ini.” dia melakukan apa yang dia katakan tepat didepanku. Dia melumat bibir Sehun didepanku.
“HENTIKAN ITU!!!” dengan amarah yang meledak, aku menerjangnya.

Kami saling memukul, berguling kesana-kemari sehingga kami terjatuh ke lantai. Dia mencoba melukaiku dengan pecahan kaca. Aku berhasil melindungi diriku sendiri. Aku tidak bisa menggunakan barang-barang yang ada disekitarku, karena itu akan melukai Sehun, dan itu suatu keuntungan untuk Park Rae Na. Untuk saat ini, aku hanya bisa bertahan dan sesekali memberikan dia hadiah, bukan untuk melukai, aku pikir itu akan membuat Sehun bangun dan itu akan memaksa Park Rae Na pulang ke tempatnya.

“Sehun... Sehun. Sadarlah. Ini aku, Luhan, hyung-mu. Aku sudah pulang. Cepat bangun, kau belum makan malam dan menyelesaikan tugas sekolahmu.” dengan susah payah aku menahan Park Rae Na yang ingin melukai leherku.
“Itu percuma saja, Luhan-ssi. Sehun sedang tidur, dia tidak bisa mendengarmu. Saat dia bangun pagi ini, dia akan melihat kamarnya berantakan, penuh dengan pecahan kaca, lantai serta dinding kamarnya yang berwarna putih ini akan menjadi merah dengan bau anyir yang sangat menyengat. Dia akan sangat terkejut saat menemukan dirinya menggenggam pecahan kaca, tubuhnya penuh dengan darah yang mengering.
Dan yang paling menarik, dia akan menemukan mayatmu terbaring tidak jauh dari tempatnya berdiri, dengan banyak luka tusuk, serta mata yang lebih berbinar[1] dari yang biasa dia lihat. Waah... aku benar-benar tidak sabar menunggu itu semua terjadi dan melihat seperti apa respon yang akan dia berikan.” dia meluncurkan semua kata-kata yang menjijikkan itu dengan sangat mudahnya. Seakan mulut itu adalah mulutnya sendiri.
“Sehun, cepat bangun. Kita akan makan malam berdua, setelah makan, aku akan membantumu mengerjakan tugas sekolahmu, dan setelah itu kita akan tidur bersama seperti saat kita masih anak-anak. Dari dulu kau selalu merengek untuk tidur bersamaku, dan malam ini permintaanmu ku kabulkan. Jadi kumohon, cepat bangun. Cepat bangun Sehun, aku.. AAAKKHH!!!”

Park Rae Na berhasil melukaiku di beberapa bagian. Dan bagian yang paling parah adalah bahu kiri dan perut. Dia benar-benar menancapkan pecahan kaca itu dengan sangat menakjubkan, dan itu cukup membuatku berteriak karena terkejut, dan tentu saja karena sakit. Akibat keterkejutanku itu, luka yang sangat menyakitkan ini bertambah sakit dua kali lipat dari yang seharusnya kurasakan.

“Akh.. oh.. SHIT!!” umpatku menahan sensasi nyeri yang menyerang seluruh saraf ditubuhku. Ini benar-benar sakit.
“Luhan-ssi? Kau kenapa? Apa ini menyakitkan?”
“Berhenti... berhentilah berbicara... kau... AAAKKHH!!!”
 “Luhan-ssi, berhentilah bergerak. Hal yang bisa dikerjakan dalam waktu singkat, akan memakan waktu lama kalau kau terus memberontak seperti itu. Aku sedang melukis sesuatu dilengan tanganmu.” dia kembali menekan ujung pecahan kaca itu kelenganku.
Arghh.. hentikan! Damn!!..” aku bisa merasakan ada air mata disudut mataku, “Oh God.. Aakhh.. HENTIKAN!!!!” aku berhasil menendang Park Rae Na, dan itu membuatnya terjelembab kebelakang.

Pecahan kaca yang dia pegang terlempar beberapa meter dibelakangnya. Tidak ku sia-sia kan kesempatan ini. Jadi dengan sangat susah payah, aku berhasil berdiri, walaupun tubuhku sempat kehilangan keseimbangan tadi. Park Rae Na yang tahu kalau aku ingin mengambil pecahan kaca itu, juga ikut berdiri. Dia terkecoh. Aku tidak ingin mengambil pecahan kaca itu, yang ingin kuambil adalah tongkat pemukul baseball yang tadi kujatuhkan. Saat dia berlutut untuk mengambil pecahan kaca itu, diam-diam aku berjalan menghampirinya, dan....

*BUK*

Satu pukulan yang tidak terlalu kuat itu kulayangkan ditengkuknya, dan itu membuatnya jatuh pingsan. Kubuang tongkat pemukul baseball itu ke sudut ruangan, lalu dengan tertatih berjalan menghampiri tubuhnya yang tidak bergerak, “Maaf kan aku. Aku tidak bermaksud memukulmu, Sehun.”

END of Luhan’s pov
.
.
>>>>>::..:..::<<<<<

TBC ...

P/S : Berbinar yang dimaksud ―> pecahan-pecahan kaca kecil dimasukkan kedalam mata, dan saat kelopak mata dibuka, pecahan-pecahan kaca yang ada didalamnya akan membuat mata itu lebih berbinar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar