inquam inquis
||Author : momento|| ||Cast : Oh
Sehun, Luhan, Ai Enma, and others||
||Genre : Psycho and many more|| ||Part : Two -END-||
||Length : Twoshot||
||Rating : R||
A/N : Hell Girl, boneka jerami, dkk milik Miyuki
Etō. Cerita milik pribadi. Ini fanfic pertama yang aku buat,
dan what the (!!!), gaya tulisannya bener-bener (asjdgadatds!). Maaf kalau ada typo, bahasa inggrisnya banyak yang ‘you know what I mean’, dan kalau nemu
‘sesuatu’ yang bikin gak nyaman buat baca.
Di part ini
ada humor yang gak terlalu humor persembahan dari temen ku yang tak lain dan
tak bukan adalah “Severina Natalia”
makasih buat humor tambahan nya (^^) Part ini masih flashback, dibagian akhir normal. Love ya!
[part one]
.
I say
You say
You say
.
>>>>>::..:..::<<<<<
Oh Sehun’s pov
Tadi pagi aku terbangun dengan badan
yang sepertinya akan segera hancur. Semua bagian tubuhku benar-benar sakit. Aku
hampir membasahi Luhan-hyung dengan air yang baru saja ku minum karena terkejut
saat menyadari tangan ku terluka. Seingatku, kemarin aku tidak melukai
tanganku, tapi kenapa saat aku bangun tanganku terluka?
Yang ku ingat, kemarin aku tiduran di
sofa yang ada di ruang tengah menunggu Luhan-hyung pulang. Karena aku
kedinginan, aku berniat mengambil selimut yang ada di kamarku. Setelah itu,
semuanya menjadi gelap. Aku benar-benar tidak mengingat apapun setelah itu. Luhan-hyung
bilang, aku pingsan dan tidak sengaja menjatuhkan kotak penuh pecahan kaca yang
kuterima kemarin sore yang ada di meja belajarku dan pecahan kaca itu yang
membuat tanganku terluka.
“Luhan-hyung?”
“Hmm? Ada apa?” dia memalingkan
wajahnya yang sedari tadi melihat keluar cafe
ke arahku.
“Apa benar aku pingsan?”
“Kau tidak percaya ucapanku?”
“Bukan. Hanya saja... kalau aku memang
pingsan, kenapa luka ditanganku seperti ini?” ku memperlihatkan tanganku yang
dibalut perban.
“Maksudmu?” tanya Luhan-hyung sedikit
memiringkan kepalanya, tanda bahwa dia bingung.
“Oh, ayolah, hyung. Luka ini seperti
luka yang disengaja. Kau tahu kan maksudku?”
“Mmm... tidak. Kau terlalu berbelit
saat berbicara, Sehunie.” setelah mengatakan itu, dia sibuk memakan salad
pesanannya.
“Hhhh... bagian mana dari omonganku
yang berbelit. Ck, bilang saja kau
tidak mau menjelaskannya.” cibirku.
“Bingo.”
ujarnya lagi sambil menjentikkan jarinya, “Kau pintar.”
“Cih.”
Setelah mengamati gerak-gerik Luhan-hyung
dengan teliti seharian ini tanpa terlewatkan sedikitpun (- ah, terimakasih
untuk Lee sonsengnim yang meliburkan anak-anak dari kelas khusus karena nilai
yang kami dapat sangat baik -), aku merasa ada yang aneh dengannya. Wajahnya
terlihat pucat, dia sering memegang bahu kirinya (- ini sudah yang ke sepuluh
kalinya dalam sehari -), dan sangat hati-hati saat ingin duduk, berdiri, atau
tiduran. Dan tidak biasanya Luhan-hyung memakai baju hangat yang lengannya
sangat panjang. Ini terlalu aneh. Pasti ada yang dia sembunyikan dariku.
“Hyung.” aku duduk disampingnya.
“Sehunie, bisa kau ambilkan aku
gunting?”
“Gunting? Untuk apa?” dengan segera
aku berdiri dan mundur beberapa langkah darinya, “Ja.. jangan bilang kau mau
memotong kakiku.” aku berlari kesudut kamarnya, lalu duduk memeluk kakiku.
“Ha?” dia melihatku dengan aneh.
“Hyung, aku tahu kau iri denganku
karena aku lebih tinggi darimu. Tapi jangan seperti ini. Begini saja, a-aku
akan memberimu tips meninggikan badan, dan menolong sebisaku. Walaupun itu
tidak mungkin karena kau sudah melewati masa tumbuhmu, tapi aku akan tetap
membantumu. Aku berjanji. Ja-jadi kumohon... jangan potong kakiku.”
“.......” Luhan-hyung hanya diam saja
sambil melihatku.
“Hy-hyung. Jangan melihatku seperti
itu.”
Luhan-hyung dengan sangat sadis
melempar sandal rumah yang dia pakai ke arahku. Serangan pertama, gagal. Lalu
dia melancarkan serangan ke dua, dengan melempar keranjang yang penuh hadiah (-
yang dia dapat dari fans-nya -) ke arahku. Aku yang saat itu terkecoh dengan
banyaknya hadiah yang berhambur kesetiap sudut ruangan, terkena serangan
dibagian kepalaku.
“WUUU...” Luhan-hyung bersorak penuh
kemenangan, “SATU UNTUK LUHAN, DAN
KOSONG UNTUK OH SEHUN.”
“Aaww...
HYUNG!! ITU SAKIT!!”
“Salahkan dirimu sendiri karena
kesimpulanmu itu. Dan lagi, gunting itu kugunakan untung memotong benang ini.”
“Aku tidak mau mengambilnya. Ambil
saja sendiri.” aku beranjak pergi dari tempatku.
“Hey.
OH SEHUN! Ck, dasar.”
END of Oh Sehun’s pov
>>>>>::..:..::<<<<<
“Uhk...
berisik. Apa yang Luhan-hyung lakukan tengah malam seperti ini?” dengan
setengah hati Sehun turun dari tempat tidurnya, pergi ke kamar Luhan.
“Hyung, ini sudah malam. Apa yang― uhk” tangan Sehun bergerak menutup
mulutnya saat melihat kamar Luhan penuh dengan bercak darah.
“Hyung...” dia berjalan masuk ke dalam kamar
dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan suara.
“Arghh...”
“Hyung...” dia mempercepat langkahnya
ke kamar mandi saat mendengar suara Luhan.
Pemandangan yang Sehun lihat ini cukup
membuatnya ingin memuntahkan isi perutnya. Lantai kamar mandi penuh dengan
darah, perban berlumuran darah ditempat sampah, baju yang tadi Luhan pakai ada
dikeranjang pakaian kotor (- dengan darah juga -). Sehun terpaku saat melihat
Luhan berdiri didepan cermin. Kalau Sehun tidak salah ingat, jarum dan benang
digunakan untuk menjahit pakaian yang rusak, sobek, atau apapun itu namanya.
Bukan seperti ini. Jarum dan benang yang tadi Luhan perlihatkan pada Sehun, dia
gunakan untuk menjahit bahu kirinya yang seharian ini dia pegang. Tanpa sadar,
Sehun melangkah lebar kearahnya. Sehun putar tubuh Luhan agar berhadapan
dengannya.
“Akh..”
rintih Luhan saat jarum itu tidak sengaja mengenai lukanya, “Se.. Sehun. Kau..
a-apa yang...” suaranya tercekat saat menyadari sosok di depannya.
“Kau..” kedua tangan Sehun semakin
erat memegang kedua lengan Luhan, “Apa yang kau lakukan? Kenapa bahumu bisa
terluka seperti itu?”
Lupakan sikap manis dan hormat! Luhan
benar-benar sudah gila dan kacau!
“Itu.. aku...” Luhan mengalihkan
pandangannya, tidak berani menatap Sehun.
“Lihat aku!!! Sejak kapan? Kenapa kau
tidak bilang padaku kalau kau terluka?”
“Maaf.” hanya itu yang Sehun dengar
dari mulut Luhan.
Sehun mundur beberapa langkah.
Menjatuhkan tubuhnya ke lantai, menjadikan bathtub
sebagai penyangga punggung. Marah, sedih, terkejut, menyesal, dan takut.
Semuanya berpadu menjadi satu-kesatuan, bersekongkol untuk melemahkan seluruh saraf ditubuh Sehun.
Marah dan sedih, karena Luhan menyembunyikan hal sepenting dan separah ini
darinya. Dan itu sama dengan LuHan tidak percaya lagi padanya.
Dari sudut matanya, dia melihat Luhan
memegang bahu kirinya yang belum terjahit sempurna, sedangkan perutnya sudah
terjahit, hanya saja masih mengeluarkan darah. Sehun menghela nafas panjang,
berdiri dengan memegang pinggiran bathtub
sebagai tumpuan. Pandangan mereka sempat bertemu, hanya sebentar, karena Luhan
langsung menunduk dan mengucapkan kata maaf berkali-kali.
“Apa yang ada di otakmu sebenarnya?
Apa kau pikir, kau vampire yang jika
terluka, luka itu akan sembuh dengan cepat? Apa kau pikir―”
“Sehunie, aku―” potong Luhan.
“Jangan memotong omonganku! Aku belum
selesai.” balas Sehun cepat, “Apa kau pikir nyawamu terbagi menjadi tujuh
bagian, sehingga apabila tubuhmu hancur sekalipun kau akan tetap hidup seperti
Voldemort? Oh, shit! Hyung, kenapa
kau tidak memberitahuku? Kita bisa pergi kerumah sakit dan―”
“OH SEHUN!!” jerit Luhan tiba-tiba, “Dengarkan
aku! Aku terluka saat mengejar pencuri. Saat perjalanan pulang, aku mendengar
teriakan minta tolong. Karena itu, aku... terluka.”
“Kau tidak pintar berbohong, bodoh!”
Dengan segera Sehun menarik Luhan
menuju Rumah Sakit. Dan sesampainya disana, entah yang keberapa kalinya Sehun
memukul kepala Luhan didepan Dokter Byun saat Luhan menyuruhnya untuk tenang
dan tidak panik. Sehun sempat berpikir, bagaimana jika dia membawa Luhan ke
pantai dan menenggelamkannya disana. Mungkin Luhan akan bangun dari tidur
sadarnya, dan menjadi gila setelahnya saat tahu bahwa dia terluka.
“Sehun.”
“Ya, Dokter Byun?”
“Bisa bicara denganmu beberapa menit?
...Luhan tidak akan hilang jika kau meninggalkannya beberapa menit.”
“Baiklah.”
>>>>>::..:..::<<<<<
Disinilah mereka. Di kantor Dokter
Byun yang penuh dengan barang-barang berbau magic.
Luhan pernah bercerita kepada Sehun tentang obsesi Dokter Byun, dan betapa
aneh kelakuannya. Dan jujur saja, Sehun heran kenapa dia bisa menjadi dokter.
Lebih tepatnya seorang psikiater.
“Kau siapa?” tanya Dokter Byun sesaat
setelah menjatuhkan tubuhnya dikursi berwarna walnut itu.
“Aku?” Sehun menunjuk dirinya sendiri,
“Tentu saja aku Sehun, Oh Sehun. Ada apa denganmu, dokter?”
“Kau yakin? Kau bukan orang aneh itu
kan?”
“Hey!!
Kalau kau mengajakku bicara karena ingin mengejekku, lebih baik aku pergi.”
“Baiklah, baiklah. Kau memang Sehun
yang keras kepala dan pemarah itu.”
“Ck!
Ada apa?”
“Kau tahu kenapa Luhan terluka?”
“Tidak. Dia berbohong saat kutanya
kenapa luka itu―”
“Kau sakit, Sehun.”
“Ha? Apa hubungannya dengan luka Luhan-hyung?”
“Aku pikir kau perlu tahu ini semua
sebelum kau melukai lebih banyak orang.”
“Hey.
Kau, kenapa―”
“Kau seorang penderita Dissociative Identity Disorder, Sehun.”
“Disso― apa?”
“Dissociative Identity Disorder... orang-orang awam biasa menyebutnya
dengan kepribadian ganda. Kau adalah Sehun, tapi disaat tertentu kau bukan Sehun.”
“Lalu? Ayolah, jangan berbelit-belit.”
“Apa kau pernah merasa melakukan
sesuatu, tapi lupa apa yang kau lakukan? Atau mungkin, kau sedang pergi keluar,
dan tidak tahu bagaimana, tiba-tiba kau ada disuatu tempat yang tidak kau
kenal.”
“Tunggu!! I-tu tidak mungkin. Aku
tidak mungkin memiliki kepribadian lain ditubuhku. Ini tidak masuk akal.
Tidak!!!”
“Kedua orangtua Luhan tewas,
hadiah-hadiah aneh yang sering kau terima, dan luka yang Luhan dapat. Itu semua
perbuatanmu, Oh Sehun.”
“Ap― jangan menuduhku! Kau tidak
berhak menuduhku seperti itu. Kau tidak ada disana.” dengan geram, Sehun
menendang meja yang menjadi penghalang mereka.
“Kau yang melukai Luhan sampai seperti
itu. Dan, kalau dia tidak berhasil melumpuhkanmu, dia sudah tidak ada
sekarang.”
“Siapa?”
“Apa?”
“Siapa orang lain yang ada ditubuhku?”
“Park Rae Na. Selepas kecelakaan saat
kau tidak sengaja menembak orangtuamu, kau terus menyalahkan dirimu sendiri.
Dan saat kau mulai bertekad untuk melupakan itu semua, beranggapan bahwa
peristiwa itu tidak dialami olehmu, tapi orang lain. Di saat itu lah Park Rae
Na lahir, menjadi bagian dari dirimu. Sepuluh tahun menjadi bagian darimu,
mulai membuatnya ingin memilikimu seutuhnya. Dia akan melenyapkan orang-orang
yang menjadi pengganggu.”
“Sejak kapan Luhan-hyung tahu soal
ini? Dan sudah berapa kali Luhan-hyung terluka karena perempuan brengsek ini?”
“Lima tahun yang lalu, saat orangtua
Luhan tewas. Dan selama lima tahun itu, ini adalah luka terparah yang Luhan
dapatkan. Perempuan itu tidak bermain-main dengan ucapannya, Sehun. Saat dia
menginginkan sesuatu, dia akan mendapatkannya dengan cara apapun. Bahkan,
dengan membunuhmu sekalipun.”
“.....Tidak ada jalan keluar...”
“Sebenarnya ada.”
Mata Sehun melebar seketika dan
langsung menarik punggungnya untuk lebih dekat dengan Dokter Byun, “Kau serius?
Cepat katakan!!”
“Kau tahu kan rumor yang akhir-akhir
ini tumbuh dengan pesat dikalangan pelajar dan pengusaha?”
“Rumor? Maksudmu... Hell Communication?”
“Ya. Kau bisa menggunakan itu untuk
membunuh Park Rae Na. Mudah. Kau hanya perlu membuka situs itu, lalu mengetik
nama Park Rae Na, dan setelah itu, dia akan pulang kerumahnya.”
“Tapi....”
Dengan perlahan, Dokter Byun bangkit
dari posisinya, berjalan mengelilingi tempat Sehun duduk, dan berakhir dengan
berdiri dibelakang Sehun.
“Jangan ragu seperti ini, Sehun. Kau
tidak ingin Luhan terluka lagi, kau ingin membalaskan kematian orangtua Luhan,
kau membeci perempuan brengsek itu, dan yang terpenting.... kau membenci.....
dirimu sendiri.” lalu dia mendekatkan mulutnya ketelinga Sehun, membisikkan
sesuatu.
“Kau benar. Aku akan mengirimnya ke
neraka.” Sehun bangkit dan segera berlari keluar, sebelum itu, dia sempat
membalikkan badannya dan mengucapkan terimakasih kepada Dokter Byun, yang
dibalas dengan senyum lembutnya, seperti biasa.
[-END of Flashback-]
*TOK TOK*
Suara ketukan itu berhasil membuatnya
tersadar dari lamunan panjangnya.
“Hey,
Sehun.”
“Ada apa, Wu Fan-hyung?”
“Kau membaca buku harian –hyung mu
lagi?”
“Seperti itulah.” Sehun meletakkan
buku harian itu dimeja kecil disebelah tempat tidurnya, “Kenapa kau kemari?”
“Ah, itu. Enma meminta kita semua
untuk berkumpul didepan gerbang
penyambutan sekarang juga.”
Sehun turun dari tempat tidurnya,
berjalan menyusul Wu Fan yang ada didepannya, “Ada penghuni baru lagi?”
“Yap.”
“Hhhh... kenapa banyak sekali yang membuka
situs itu? Apa mereka tidak berpikir apa konsekuensinya?”
“Bukankah kita juga sama? Kita tidak
memikirkan apapun selain menyingkirkan orang yang kita anggap sebagai penyebab
dari semua yang kita alami.”
“Kau benar.”
>>>>>::..:..::<<<<<
“Kalian lama sekali. Anggota keluarga
kita sudah datang.”
“Hahahaa... maaf. Tadi aku menunggu
Sehun dulu.”
“Tidak.” balas Sehun cepat, “Banyak
yang kami bicarakan saat diperjalanan tadi.”
“Sehunie.”
Sehun tersentak. Dia yakin mendengar
suara yang sangat familiar ditelinganya, “Lu... Luhan-hyung?”
“Aku senang kau baik-baik saja,
Sehunie.” sosok Luhan muncul bersama Enma disebelahnya, “Kau tahu? Aku
benar-benar bingung saat tahu kau tidak ada disebelahku saat aku membuka mata.
Aku pikir kau marah, lalu pulang. Aku hendak pulang kerumah, saat Dokter Byun
memberitahuku kalau kau membuka situs itu.”
“Apa... yang kau lakukan disini?”
“Tentu saja bertemu denganmu. Dirumah
sangat sepi saat tidak ada kau. Aku kesepian, dan memutuskan menggunakan situs
itu, dan aku bertemu denganmu sekarang.”
“Kenapa kau menemuiku? Aku sengaja melakukan
ini agar kau tidak terluka dan hidup bahagia tanpa mengurusku dan mengawasi
Park Rae Na. Aku benar-benar tidak mengerti dengan pola pikirmu!!” Sehun
berbalik pergi meninggalkan Luhan dan yang lainnya.
“Hey,
siapa yang kau kirim?” tanya Wu Fan setelah sosok Sehun menghilang.
“Aku? Aku menulis nama Luhan disitus Hell Communication.”
“Oh...” gumam Wu Fan sambil mengangguk
paham.
“APA?” teriak Wu Fan kemudian , dia
langsung memalingkan wajahnya ke arah Luhan, “Kau... namamu Luhan kan?”
“Yeah.”
“Jangan bilang kalau kau...”
“Hhahahaa... jangan memasang tampang
seperti itu. Aku pergi menyusul Sehun dulu.” dengan santai, Luhan melenggang
pergi meninggalkan Wu Fan yang terkejut ditempatnya.
“Enma... jangan bilang kalau dia...”
“Bukankah kakak-adik tidak akan jauh
berbeda? Sehun menulis nama Park Rae Na ―itu sama saja dengan menulis namanya
sendiri―, begitu juga Luhan.”
“Mereka sepasang saudara gila.”
.
.
>>>>>::.:.::<<<<<
“Tidak ada
yang sulit disini, Sehun.
Kau hanya
perlu melakukan apa yang hatimu katakan,
dan melakukan
apa yang kuperintahkan.”
dia
mengakhirinya dengan senyum yang sangat lembut.
-Byun Baekhyun-
END...
N/B : Otthe? (._.) Tetep aneh kayak
biasanya, kkkk~ kkaeb song~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar